Jumat, 31 Mei 2013



Ontologi Seorang Guru
Guru adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru yang baik bukanlah yang selalu memberi keleluasaan kepada  muridnya, atau memberikan nilai yang bagus pada muridnya meskipun siswanya tidak mampu, tetapi guru yang baik adalah guru yang mengerti “kebutuhan” dari siswa-siswinya. Oleh karena itu seorang guru sepatutnya mengerti dan mengetahui tentang aspek perkembangan  anak-anak didiknya, terlebih jika peserta didiknya adalah Anak Usia Dini (0-8 tahun), karena di usia inilah sebuah kesuksesan dalam pendidikan bermula (Golden Age).
Perkembangan merupakan proses yang terjadi pada setiap mahkluk. Perkembangan anak meliputi seluruh perubahan, baik perubahan fisik, perkembangan kognitif dan psikososial.
Di Indonesia dewasa ini perkembangan anak usia dini tengah mendapatkan perhatian serius terutama dari pemerintah. Karena disadari benar bahwa merekalah yang akan menjadi generasi penerus dan yang akan menentukan nasib bangsa kita di masa mendatang. Untuk mewujudkan generasi penerus yang tangguh dan mampu berkompetisi dalam era globalisasi diperlukan upaya perkembangan anak yang sesuai dengan masa pertumbuhan dan perkembangannya. Sebagaimana yang tertuang dalam hasil konferensi Genewa tahun 1979 bahwa aspek-aspek yang perlu dikembangkan pada anak usia dini, yaitu: motorik, bahasa, kognitif, sosial-emosi, moralitas dan kepribadian.
Anak usia dini berada pada masa Golden Years/age yang merupakan masa emas perkembangan anak. Anak pada usia tersebut mempunyai potensi  yang sangat besar untuk mengoptimalkan segala aspek perkembangannya.
            Perkembangan anak usia dini dapat berkembang dengan semestinya apabila kita menstimulasi mereka berdasarkan fitrahnya, yaitu dengan rasa aman, nyaman dan dengan bahasa mereka yaitu bermain.
            Dalam proses inilah peran guru dibutuhkan, guru menurut Gardner dalam konsep pendidikan Regio Emilio   ada tiga yaitu: guru di sekolah,orang tua (keluarga) dan lingkungan (masyarakat), sehingga Hillary Clinton mantan Ibu Negara Amerika Serikat mengungkapkan bahwa butuh orang sekampung untuk mendidik satu orang anak.
            Seorang anak akan merasa sangat berharga apabila dia dihargai dan diterima di lingkungannya terutama di lingkungan yang baru, seperti awal masuk sekolah. Sekolah Dasar Awal adalah gerbang awal seorang anak memasuki jembatan  lembaga pendidikan formal karena di kelas ini mereka mulai dicoba untuk memposisikan dirinya sebagai individu dengan tugas, perkembangan sosial dan kegiatan yang lebih kompleks.
Perkembangan anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. 

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
1.      Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi   ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2.     Mulai berpikir secara operasional
3.     Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda
4.     Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat
5.     Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.

Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:

1.   Konkrit 

Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.  Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

2.   Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.

3.   Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
            Hal inilah yang menstimulasi banyak ahli untuk mendalami perkembangan Anak usia dini khususnya usia sekolah dasar awal. Berbeda dengan Hilary Clinton yang membutuhkan orang sekampung untuk menjadi guru yang akan mendidik satu orang anak , berbeda pula dengan Dr. Yuliani Nurani S. M.Pd dosen Pasca Sarjana UNJ yang mengibaratkan bahwa guru sebagai pendidik diibaratkan sebagai Lampu Lalu Lintas, yang terkadang memiliki otoritas untuk menghentikan lajunya ketika lampu merah, atau memperhatikan lajunya jika terjadi lampu kuning, dan memandu suatu perjalanan karena telah saatnya berjalan karena lampu telah hijau.
            Sebuah kesimpulan yang menarik, namun dibutuhkan analisa dan ilustrasi yang  mendalam untuk mengupas ilustrasi di atas.