Ontologi Seorang
Guru
Guru
adalah seorang pengajar suatu ilmu.
Dalam bahasa Indonesia,
guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru yang baik bukanlah yang selalu memberi
keleluasaan kepada muridnya, atau
memberikan nilai yang bagus pada muridnya meskipun siswanya tidak mampu, tetapi
guru yang baik adalah guru yang mengerti “kebutuhan” dari siswa-siswinya. Oleh karena
itu seorang guru sepatutnya mengerti dan mengetahui tentang aspek
perkembangan anak-anak didiknya,
terlebih jika peserta didiknya adalah Anak Usia Dini (0-8 tahun), karena di
usia inilah sebuah kesuksesan dalam pendidikan bermula (Golden Age).
Perkembangan
merupakan proses yang terjadi pada setiap mahkluk. Perkembangan anak meliputi
seluruh perubahan, baik perubahan fisik, perkembangan kognitif dan psikososial.
Di Indonesia dewasa ini perkembangan anak
usia dini tengah mendapatkan perhatian serius terutama dari pemerintah. Karena
disadari benar bahwa merekalah yang akan menjadi generasi penerus dan yang akan
menentukan nasib bangsa kita di masa mendatang. Untuk mewujudkan generasi
penerus yang tangguh dan mampu berkompetisi dalam era globalisasi diperlukan
upaya perkembangan anak yang sesuai dengan masa pertumbuhan dan
perkembangannya. Sebagaimana yang tertuang dalam hasil konferensi Genewa tahun
1979 bahwa aspek-aspek yang perlu dikembangkan pada anak usia dini, yaitu:
motorik, bahasa, kognitif, sosial-emosi, moralitas dan kepribadian.
Anak usia dini berada pada masa Golden Years/age yang merupakan masa
emas perkembangan anak. Anak pada usia tersebut mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengoptimalkan segala
aspek perkembangannya.
Perkembangan anak usia dini dapat
berkembang dengan semestinya apabila kita menstimulasi mereka berdasarkan
fitrahnya, yaitu dengan rasa aman, nyaman dan dengan bahasa mereka yaitu
bermain.
Dalam proses inilah peran guru
dibutuhkan, guru menurut Gardner dalam konsep pendidikan Regio Emilio ada
tiga yaitu: guru di sekolah,orang tua (keluarga) dan lingkungan (masyarakat),
sehingga Hillary Clinton mantan Ibu Negara Amerika Serikat mengungkapkan bahwa
butuh orang sekampung untuk mendidik satu orang anak.
Seorang anak akan merasa sangat
berharga apabila dia dihargai dan diterima di lingkungannya terutama di
lingkungan yang baru, seperti awal masuk sekolah. Sekolah Dasar Awal adalah
gerbang awal seorang anak memasuki jembatan
lembaga pendidikan formal karena di kelas ini mereka mulai dicoba untuk
memposisikan dirinya sebagai individu dengan tugas, perkembangan sosial dan
kegiatan yang lebih kompleks.
Perkembangan anak usia 6-8
tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain,
telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah
mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak
usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi,
mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya
perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya
pemahaman terhadap ruang dan waktu.
Piaget (1950) menyatakan bahwa
setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi
dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak
memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada
dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam
lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses
asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan
akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan
objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat
pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu
secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan
lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat
dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal
tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam
konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada
pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan
perilaku belajar sebagai berikut:
1.
Mulai memandang dunia secara
objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2.
Mulai berpikir secara operasional
3.
Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan
benda-benda
4.
Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah
sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat
5.
Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan
perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar
memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang
konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik,
dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil
belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa
dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih
faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari
sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai
disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari
hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara
bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis,
keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
Hal inilah yang menstimulasi banyak
ahli untuk mendalami perkembangan Anak usia dini khususnya usia sekolah dasar
awal. Berbeda dengan Hilary Clinton yang membutuhkan orang sekampung untuk
menjadi guru yang akan mendidik satu orang anak , berbeda pula dengan Dr.
Yuliani Nurani S. M.Pd dosen Pasca Sarjana UNJ yang mengibaratkan bahwa guru
sebagai pendidik diibaratkan sebagai Lampu Lalu Lintas, yang terkadang memiliki
otoritas untuk menghentikan lajunya ketika lampu merah, atau memperhatikan
lajunya jika terjadi lampu kuning, dan memandu suatu perjalanan karena telah
saatnya berjalan karena lampu telah hijau.
Sebuah kesimpulan yang menarik,
namun dibutuhkan analisa dan ilustrasi yang
mendalam untuk mengupas ilustrasi di atas.